Pages

Berisi tentang seluruh kegiatan kuliahku dan seluruh tugas yang aku kerjakan selama dibangku perkuliahan.

On Jumat, 09 Juli 2010 1 komentar

WACANA KEKERASAN TERHADAP KAUM LEMAH DALAM FILM INDIA
(Wacana Kekerasan terhadap kaum lemah dalam Film Slumdog milionare)

BAB I
PENDAHULUAN

I.LATAR BELAKANG MASALAH
Penelitian ini akan difokuskan pada usaha untuk mengungkapkan wacana kekerasan terhadap kaum lemah yang terdapat dalam film Slumdog Milionare. Konsep kekeasan dalam film ini sangat menarik karena memunculkan wacana yang bertentangan mengenai konsepsi keluarga bahagia yang ada dalam kerangka tindakan kekerasan terhadap anak. Dalam film ini mengungkapkan wacana bahwa pada dasarnya kekerasan terhadap anak adalah hal yang wajar, namun pada satu titik (yaitu kemunculan pihak ketiga), wacana tersebut kemudian ditolak. Setelah kemunculan pihak ketiga, tindakan kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak dipandang sebagai satu hal yang salah.
Wacana dapat dipahami sebagai bahasa yang digunakan untuk merepresentasikan suatu praktik sosial, ditinjau dari sudut pandang tertentu. Sehingga dapat dipahami bahwa wacana adalah proses komunikasi, yang menggunakan simbol-simbol, yang berkaitan dengan interpretasi dan peristiwa-peristiwa, di dalam sistem kemasyarakatan yang luas, melalui pendekatan wacana pesan-pesan komunikasi, seperti kata-kata, tulisan, gambar-gambar, dan lain-lain, tidak bersifat netral atau steril (Purba, 2007).
Penggunaan wacana ditentukan oleh orang-orang yang menggunakannya, konteks peristiwa yang berkenaan dengannya, situasi masyarakat luas yang melatarbelakangi keberadaannya, dan lain-lain. Kesemuanya itu dapat berupa nilai-nilai, ideologi, emosi, kepentingan-kepentingan, dan lain-lain. Dimulai dari adanya kepentingan-kepentingan tersebut, kemudian proses wacana (terutama wacana media) memunculkan teks media yang mengandung ketidak netralan. Media dipandang tidak netral dalam menggambarkan konstruksi realitas social (Purba, 2007).
Media mengikutsertakan perspektif dan cara pandang mereka dalam menafsirkan realitas social (Purba, 2007). Media memilih untuk menentukan aspek-aspek yang ditonjolkan maupun dihilangkan, menentukan struktur berita yang sesuai dengan kehendak mereka, dari sisi mana peristiwa yang ada disoroti, bagian mana dari peristiwa yang didahulukan atau dilupakan serta bagian mana dari peristiwa yang ditonjolkan atau dihilangkan, dll. Media dipandang telah kehilangan fungsinya sebagai tempat netral dalam pembuatan teks mengenai masyarakatnya (Purba, 2007).
Hilangnya tempat netral dalam pembuatan teks salah satunya dapat dilihat dalam pengungkapan wacana Kekerasan terhadap Anak dalam film India.
Wacana yang ditampilkan dalam media lebih mengunggulkan relasi antara orang tua dan anak yang lebih bersifat perlindungan. Hal ini bermula dari pandangan awal bahwa orang tua memiliki posisi yang lebih tinggi untuk dapat melakukan tindakan apapun terhadap anaknya.
Barker (1987) menyebutkan bahwa kekerasan terhadap anak adalah
“the recurrent infliction of physical or emotional injury on a dependent minor, through intentional beatings, uncontrolled corporal punishment, persistent redicule and degradation, or sexual abuse, usually commited by parents in change of the child care” (dikutip dari Huraerah, 2006, p. 36)

Orang yang lebih tua memiliki posisi yang lebih tinggi untuk dapat melakukan hal apapun terhadap anak. Termasuk juga tindakan kekerasan oleh orang yang lebih tua terhadap anak.
Masyarakat miskin yang termasuk kaum yang lemah dalam sebuah lingkungan masyarakat juga dipandang cukup lemah. Nuraini Juliastuti (2009), menyebutkan bahwa kaum lemah memiliki daya tawar yang lemah dalam masyarakat, namun sekaligus juga memiliki asset berharga yang tidak boleh dipandang remeh. Masyarakat miskin dalam sebuah lingkungan masyarakat sosial dipandang sebagai Kaum yang lemah. Dalam hal ini, orang kaya dan pintar adalah kaum yang kuat dan mampu melaksanakan apa saja yang mereka inginkan, termasuk keinginan melakukan kekerasan terhadap masayarakat miskin.
Akhirnya dalam pemahaman ini, masyarakat modern sekarang ini memiliki pola untuk menempatkan masyarakat miskin sepenuhnya dibawah kontrol orang yang lebih kaya (Saya Shiraishi, 1995). Orang kaya menjadi kuatir bila masyarakat miskin sudah bisa menyaingi mereka diberbagai bidang, sama halnya dengan film ini saat jamal yang mampu menyaingi professor sekalipun yang hanya bisa melewati setengah permainan. Dan disaat anjing kumuh bisa mendapatkan 10ribu rupe kaum yang kuat berusaha untuk menjatuhkan jamal agar tidak bisa menyelesaikan pertandingan.
Film Slumdog Millionaire merupakan film peraih 8 piala Oscar pada tahun 2009. Sebuah Film karya Danny Boyle yang mengangkat kehidupan masyarakat Mumbai, India. Slumdog Millionaire bercerita tentang Jamal Malik, seorang anak yatim piatu yang berasal dari daerah kumuh di Mumbai. Jamal mengikuti sebuah acara “ Who Wants to be a Millionaire?” yang sangat ternama. Sesungguhnya Jamal hanya ingin bertemu dengan Latika – gadis yang Ia cintai – karena Latika selalu menonton acara tersebut. Permasalahan timbul ketika si pembawa acara menaruh curiga pada Jamal, Ia menggunakan jasa orang lain untuk memberikan jawaban yang benar padanya. Karena Jamal selalu dapat menjawab dengan tepat segala pertanyaan yang diajukan. Kecurigaan si pembawa acara semakin meningkat ketika Jamal melampaui batas aman ketiga yaitu 16 Rupee. Pada batas aman ketiga ini, bahkan Profesor sekalipun belum pernah ada yang melampauinya.
Film ini disuguhkan begitu menarik dengan banyak menggunakan flashback untuk mengungkap informasi. Pada saat Jamal dihadapkan pada pertanyaan, Ia akan berusaha mencari jawabannya dalam masa lalunya dengan cara mengingat peristiwa demi peristiwa yang ia lalui selama ini. Dan Jamal selalu dapat menjawab dengan tepat, namun si pembawa acara meremehkan kemampuan Jamal. Pada pertanyaan terakhir, kecurigaan si pembawa acara makin memuncak dan ternyata waktu yang di sediakan telah habis, maka acara dilanjutkan esok hari. Karena si pembawa acara amat mencurigai Jamal, Ia menuduh Jamal bertindak curang dan Ia menyuruh kepolisian Mumbai untuk mengecek Jamal. Setelah mengalami penyiksaan dan interogasi yang cukup ketat, Polisi tidak dapat membuktikan bahwa Jamal bertindak curang. Akhirnya Jamal kembali diikutkan ke dalam acara “ Who Wants To Be a Millionaire “.
Cerita tidak begitu saja berakhir, Jamal ternyata tidak dapat menjawab pertanyaan tentang tokoh the three musketeer. Pilihan bantuan yang tersisa adalah phone a friend, Jamal mengambil bantuan itu untuk mendapatkan jawaban. Salim merupakan satu-satunya keluarga yang dimiliki Jamal dan satu-satunya orang yang Ia hubungi. Pada saat yang bersamaan,ternyata telepon genggam Salim diberikan kepada Latika yang tersiksa menjadi istri seorang Boss dimana Salim bekerja padanya. Karena Salim melihat Latika mempunyai keinginan terpendam bertemu Jamal, maka Salim pun membantunya untuk pergi dari tempat Sang Boss. Tepat pada saat pihak kuis menghubungi telepon genggam Salim, Latika pun mengangkat tanpa sebuah jawaban karena Ia tidak mengetahui jawaban atas pertanyaan tentang tokoh the three musketeer itu. Dengan kepercayaan diri dan keteguhan hati, Jamal menjawab pertanyaan tersebut dengan resiko kehilangan uang yang sudah ia capai. Film memang banyak sekali terdapat “ kebetulan “, hal itu terjadi pula dalam Slumdog Millionaire. Jawaban Jamal atas pertanyaan tentang tokoh yang ketiga dalam cerita the three musketeer ternyata benar dan Jamal adalah orang pertama yang berhasil meraih hadiah 20 juta Rupee. Tujuan awal Jamal untuk bertemu dan Latika pun dapat terlaksana ketika Jamal kembali menunggu Latika di peron sesuai janji Jamal yang akan selalu menunggu Latika di peron. Film ini pun berakhir happy ending.

Dalam melihat film Slumdog Millionaire ini banyak mengangakat permasalahan yang sering terlupakan muncul kepermukaan. Dalam film ini, si pembuat film menyatakan sebuah quotation yaitu Destiny is written. Quotation itu akan membantu dalam penjabaran mengenai kehidupan seorang masyarakat miskin yang tersirat dalam kehidupan Jamal Malik. Film ini membahas tentang dua hal tersebut, kaum borjuis yang dapat seenaknya bertindak terhadap kaum bawah dengan topeng materi dan perjuangan kaum bawah yang “ menuntut” persamaan hak. Pembahasan kali ini akan di mulai dari awal film Slumdog Millionaire agar jelas apa yang disampaikan oleh si pembuat film. Setting film ini mengambil setting Mumbai tahun 2006 dan acara who wants to be a millionaire dipilih karena acara ini merupakan acara yang selalu ditonton oleh warga India pada saat itu atau dalam kata lain rating who wants to be a millionaire sedang naik.
Hal ini dipilih karena pada tahun itu keadaan ekonomi India mengalami pasang surut sehingga memberi dampak psikologis bagi warga India untuk mencari jalan singkat mendapatkan uang demi kelangsungan hidup. Sehingga acara who wants to be a millionaire mendapat perhatian lebih oleh masyarakat India karena cara ini menawarkan uang dengan jumlah yang sangat besar tanpa harus bersusah payah menggunakan kekuatan fisik.
Berikutnya adalah tokoh Amitabh Bachan yang merupakan tokoh kenamaan di India, Ia telah memerankan banyak film India. Amitabh Bachan bisa dikatakan sebagai tokoh pujaan masyarakat India kebanyakan. Mereka memiliki anggapan bahwa ketenaran dapat dengan mudah mendatangkan kekayaan dan kemakmuran. Saat Jamal mendengar berita bahwa Amitabh Bachan akan datang ke daerah kumuh mereka, Ia sedang berada di sebuah toilet yang terbuat dari bilik kayu di tepian sungai. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada pihak-pihak yang tidak peduli akan kebersihan dan kesehatan. Kehidupan yang tercermin pada saat Jamal dan Salim yang beragama Islam harus kabur dari serangan orang-orang yang beragama hindu. Perang agama seperti itu juga pernah di alami oleh banyak kaum lemah atau kaum minoritas yang ada di India harus berpindah keyakinan. Kaum lemah atau minoritas mengalami sendiri bagaimana para penganut agama saling menindas satu sama lain sehingga mereka dan keluarga harus pindah agama demi menghindari penindasan.
Namun dalam film ini agar tidak mempengaruhi iman seseorang maka pada saat kaum agama Islam dikejar oleh kaum agama Hindu, Jamal dan Salim berlari untuk menghindari kejaran para orang-orang yang berbuat anarki. Sebuah simbolisasi yang menunjukkan bahwa seseorang memiliki pilihan dalam menentukan jalan hidupnya adalah pada saat Jamal dan Salim berada di sebuah persimpangan gang sempit, tiba-tiba muncul sosok Dewa Rama yang berada di gang buntu pada sebelah kiri. Pada adegan itu seolah-olah Jamal dan Salim harus memilih agama apa yang akan ia pilih, jalan lurus ke depan adalah agama Islam yang Ia percayai dengan resiko banyak kaum hindu yang mengejar ataukah agama Hindu yang bisa menyesatkan mereka – disimbolkan dengan gang buntu. Kisah Jamal dan Salim yang kini harus kehilangan kedua orang tuanya akibat peperangan agama itu membuat mereka harus memilih pekerjaan untuk kelangsungan hidup mereka. Hal ini pun terdapat dalam kehidupan kaum minoritas masyarakat yang ada di India.
Dalam urusan percintaan, dikisahkan dalam film ini Jamal sangat setia menanti Latika yang menjadi kembang di sebuah hiburan malam. Dari sekelumit pembahasan di atas terlihat banyak kemiripan anatara kehidupan masyarakat miskin India yang digambarkan dengan kehidupan Jamal di film Slumdog Millionaire.
Bisa diperkirakan bahwa akan banyak terdapat point-point kehidupan masyarakat miskin yang merupakan kaum lemah di India yang tercermin dalam film ini, berikut pembahasannya lebih lanjut. Jamal merupakah salah satu tokoh yang mendukung kaum buruh, yang dalam film ini digambarkan dengan adegan dimana Jamal yang mewakili kaum buruh dapat menjatuhkan kaum borjuis yang diwakili oleh polisi yang menguji pengetahuan Jamal. Percakapan yang mengisyaratkan bahwa kaum buruh pun juga mempunyai pengetahuan lebih yaitu ketika Jamal menanyakan berapa harga roti saat ini, polisi mengatakan bahwa harganya 10 rupee. Jamal mengatakan bahwa harga Roti naik setelah Bivali – suatu perayaan kebudayaan India. Jelas tergambar bahwa kaum borjuis hanya mengetahui hal-hal yang terekspos oleh media cetak saja, khusunya Koran. Pada masa itu, Koran sudah menjadi budaya baru kaum Borjuis sehingga mereka tidak perlu susah payah mencari informasi tentang peristiwa apa yang sedang happening.
Hanya dengan sebuah Koran yang mereka baca tiap pagi hari, mereka memperoleh informasi dengan mudah karena mesin cetak telah ditemukan pada masa itu. India merupakan negara dengan jumlah penduduk yang cukup padat dengan angka kelahiran yang tinggi tiap tahunnya sehingga keluarga dari golongan kebawah tidak dapat memberikan pendidikan yang layak serta banyak anak-anak yang terlantar dan mereka harus turun ke jalan untuk membantu kehidupan keluarga. Dan dari situ banyak terdapat orang-orang tak bermoral memanfaatkan anak-anak yang tak berdaya untuk dijadikan gelandangan, pengemis yang berpotensial dengan dalih kasih sayang dan perlindungan. Dengan mental anak-anak kelas bawah yang mudah terlarut dalam bujuk rayuan dengan dalih kasih sayang, mereka seolah-olah menemukan sosok hero dan merasa telah lepas dari tekanan kehidupan sehingga dampaknya terletak pada psikologis mereka yang merasa dapat melakukan sebuah penindasan terhadap kaum lemah.
Dalam film ini di tunjukkan pada tokoh Salim yang berlagak sok kuasa terhadap teman-teman jalanannya yang sama-sama mendapatkan perlindungan dari the fake hero. Marx merupakan seseorang yang berasal dari keluarga yang menganut saint-simonian yaitu menentang akibat buruk dari kapitalisme dan menganjurkan system masyarakat yang bebas penindasan melalui emansipasi kelas proletar. Di film ini digambarkan, Salim yang menjadi kaki tangan Boss gelandangan tidak terima apabila temannya harus kehilangan mata demi mencari uang terlebih akan terjadi pada adik kandungnya yaitu Jamal, maka dari itu Ia bersama Jamal dan Latika yang akan menjadi korban selanjutnya untuk lari dari markas gelandangan itu. Tingkat kriminalitas yang dilakukan oleh anak di bawah umur pun sempat menjadi kasus yang mewabah di India.
Dengan tingkat ekonomi India yang terbilang tidak berada di atas, India lantas tidak membiarkannya saja. India memanfaatkan keeksotisannya berupa Taj Mahal yang terkenal, para turis asing dapat mengisi pundi-pundi perekonomian India. Entah film ini yang diproduksi oleh pihak Hollywood atau memang ini sebuah realitas di India, saat seorang supir yang mengantarkan dua orang turis Amerika menghantam wajah Jamal yang pada saat itu menjadi guide karena tuduhan pencurian berkelompok terhadap asesoris mobil pada saat mereka bersama-sama meninggalkan mobil itu. Sang turis melerai dan memberikan keamanan pada Jamal lalu memberi uang kepada Jamal agar menempuh jalan perdamaian. Hal ini bisa memiliki dua pengertian, yang pertama kaum Amerika adalah kaum yang tidak mau ambil pusing dan uang adalah sebuah jalan akhir.
Yang kedua yaitu Amerika seolah-olah menjadi kaum yang memberikan kenyamanan dan ketentraman bagi bangsa lain. Alasan yang kedua dapat menciptakan image Amerika lebih baik dalam menghadapi perdagangan bebas tahun 2010 nanti. Tak tik pihak Amerika tidak habis sampai disitu, dalam suatu adegan ketika Jamal dan Salim tidur di suatu tempat pembuangan sampah, si Boss gelandangan datang dengan membawa dua minuman soda yang kita ketahui dari kemasannya adalah coca cola.
Coca cola atau minuman bersoda lainnya adalah budaya western khusunya Amerika. Scene itu seakan-akan berbicara “ Amerika dapat membebaskan kalian dari kehausan di tengah panasnya dunia” dengan kata lain, Amerika lagi-lagi dapat memberikan kenyamanan. Setelah masa revolusi Perancis, kaum buruh harus menjadi tulang punggung revolusi akibat dari kaum borjuis mengkhianati kaum buruh. Dalam film ini jelas tergambar pada saat Salim menjadi kaki tangan Boss gelandangan, pada awalnya si Boss berjanji akan menjadi pelindung namun ternyata di balik sikap melindungi itu terdapat rencana yang sangat tak bermoral. Pada saat Salim dan Jamal telah remaja, Jamal ingin mencari keberadaan Latika yang sempat terpisah dengannya.
Ternyata Latika akan dijual keperawanannya oleh Boss gelandangan kepada bos kaya. Saat Salim menembak mati si Boss gelandangan, Salim mendatangi Javed yaitu seseorang yang menyuruh Salim untuk membunuh si Boss gelandangan yang pada awalnya merupakan rekan bisnisnya. Hal ini terjadi pada tahun 1830, ketika pemerintahan monarkis- konstusional memberikan kebebasan pada kaum borjuis. Kaum borjuis merasa lemah sehingga berhadapan dengan bahaya kaum feodal. Akhirnya Kaum borjuis memilih untuk bekerja sama dengan kaum feodal yang tadinya dilawan mati-matian. Akhir dari cerita Slumdog Millionaire adalah Jamal yang berhasil menjawab siapakah tokoh ketiga dari the three musketeer.
Hal ini bukanlah sekedar sebuah materi sebuah film, melainkan sebuah simbolisme suatu kaum yang berperang untuk menegakkan kemenangan. Sebenarnya the three musketeer adalah sebuah kisah tentang perjuangan kaum monarkis yang berperang untuk menegakkan kerajaan Perancis. Pada masa itu ketika revolusi yang didukung oleh kaum buruh tidak memberikan perubahan nasib pada mereka tetapi malah memberikan perubahan bagi kaum borjuis. Maka dari itu, kaum Monarkis tidak tinggal diam karena pada revolusi perancis, keum borjuis menggulingkan kaum monarkis.
Dalam Slumdog Millionaire, Jamal berusaha merebut kemenangan walaupun dalam “penindasan “ si pembawa acara yang telah memberi tuduhan pada dirinya berbuat curang dan si pembawa acara berusaha menggulingkan Jamal dari acara tersebut dengan cara memberi jawaban yang salah pada salah satu pertanyaan yang membuat Jamal bingung. Salah satu kehidupan hura-hura kaum borjuis tergambar dari perkataan Javed, woman and money.
Dalam penelitian kali ini peneliti menggunakan metodologi kualitatif dengan metode Analisis Wacana Kritis untuk bisa menganalisa wacana kekerasan terhadap kaum lemah yang ingin dibangun oleh danny boyle (sang sutradara). Tidak dapat dipungkiri bahwa sutradara memiliki peranan yang penting dalam mengkonstruksi sebuah cerita dalam berbagai adegan dalam film tersebut. Wacana kekerasan terhadap kaum lemah disini juga digambarkan bahwa masyarakat india adalah kaum kumuh yang dengan berbagai keburukannya yang lain.

Metode ini digunakan karena muncul pemahaman bahwa bahasa yang digunakan dalam sebuah film tentu tidak dapat dilepaskan dari unsur sejarah dan unsur-unsur institusi pembuat, yang berada di belakang pembuatan sebuah film. Unsure tersebut terlihat pada setingan sutradara yang merupakan masyarakat barat (Amerika), yang banyak menggambarkan masyarakat amerika adalah masyarakat baik hati, penolong dan pemaaf.
Wacana yang ditampilkan dalam sebuah film juga dapat diartikan berdasarkan adanya konteks, sejarah, kekuasaan, hingga ideology yang terdapat dalam sebuah film. Pandangan analisis wacana kritis memandang bahwa film harus ditempatkan sebagai ruang atau forum publik (public forum) yang bebas. Namun dalam kenyataannya, di dalam forum tersebut setiap unsur masyarakat berkompetisi untuk mewacanakan simbol-simbol yang merepresentasikan ideologi mereka masing-masing.
Di dalam kompetisi tersebut, selalu terdapat pertentangan-pertentangan wacana yang ditampilkan. Melalu metode ini diharpakan bisa melakukan analisis lebih mendalam mengenai wacana kekerasan terhadap kaum lemah dalam film slumdog milionare. Film ini memunculkan pertentangan mengenai wacana kekerasan terhadap kaum lemah, yang digambarkan sutradara . Masukan pemikiran dari aliran kritis ini pada dasarnya memipikan sebuah lingkungan bebas tanpa kepentingan-kepentingan untuk semua pihak yang berkepentingan dengan media massa, termasuk di dalam film.

II.RUMUSAN MASALAH
Permasalahan mengenai kekerasan terhadap kaum lemah dalam film India memang masih dianggap sesuai dengan kenyataan yang ada namun semua itu dikonstruksi oleh sutradaranya dan kekerasan tersebut berada hampir sebagian besar dari film ini. Namun ternyata dunia perfilman India telah sedikit lebih maju dengan berani mengungkapkan realitas social dalam sebuah produksi film, tetapi dalam produksi tersebut tentunya juga patut dipertanyakan mengenai wacana dominan dan wacana yang termarginalkan dalam film tersebut. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, rumusan masalah yang akan dipergunakan adalah :
“bagaimanakah wacana kekerasan terhadap kaum lemah dalam film Slumdog Milionare”.

III.TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui wacana dominan dan wacana yang termarginalkan dalam teks mengenai kekerasan terhadap anak, khususnya dalam film Slumdog Milionare



IV.MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini sebenarnya bermula dari pandangan penulis mengenai kurangnya penelitian mengenai sebuah film. Kajian mengenai kritik film juga seolah tidak begitu berkembang di Indonesia. Diharapkan dengan adanya penelitian ini, bisa menambah daftar penelitian yang mengkaji masalah film India, Sekaligus juga sebagai bentuk penyadaran terhadap masyarakat mengenai adanya fenomena tentang kekerasan terhadap anak dalam film India.



BAB II
KERANGKA TEORI

Dalam mencari wacana kekerasan yang terdapat dalam film Slumdog Milionare, harus dipahami bahwa praktek bahasa yang terdapat dalam sebuah film tentu tidak dapat dipisahkan dari factor sejarah dan institusi yang membuatnya. Wacana secara sosial didistribusikan ke tengah masyakat, dan wacana-wacana tersebut membawa beragam ideologi, pada akhirnya bertujuan untuk mempengaruhi masyarakat yang menjadi objek dari proses penyebaran wacana itu.
Kerangka teori mengenai kekerasan dalam film India mencoba menjelaskan mengenai klasifikasi tindakan kekerasan sekaligus juga menjelaskan mengenai penolakan masyarakat Internasional terutama Indonesia terhadap film yang mengandung unsur kekerasan. Sedangkan tinjauan pustaka mengenai representasi dalam film mengenai kekerasan berusaha untuk memperlihatkan bahwa terdapat kategori dalam penggambaran kekerasan dalam film, yaitu apakah film tersebut menggunakan kekerasan sebagai suatu hal yang dilebih-lebihkan atau justru ditampilkan sebagai hal yang wajar. Hal ini akan berpengaruh pada wacana yang dimunculkan dalam film, yaitu mengenai persetujuan tindakan kekerasan yang ada dalam film tersebut.
Sedangkan untuk menganalisis, maka teori analisis wacana kritis mencoba menggambarkan bahwa terciptanya suatu teks dalam film pasti merupakan hasil pengaruh lingkungan sekitar. Untuk menganalisis sebuah wacana dalam film, tidak bisa dilepaskan dari analisis text, feature of discourse practice (produksi, distribusi, dan konsumsi teks) serta sociocultural practice.

1. Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis) dalam Film
Dalam kajian analisis wacana kritis, teks tidak bisa diartikan begitu saja sebagai bagian dari bahasa tertulis. Terdapat konsep pengartian teks secara lebih luas. Teks bisa diartikan sebagai wacana tertulis ataupun wacana lisan. Kehadiran sebuah teks juga tidak bisa dilepaskan dari tekanan yang dimiliki oleh kondisi social di sekitarnya (Fairclough, 1995, p. 4).
Analisis wacana adalah suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subyek yang mengemukakan suatu penyataan. Menurut Teun A. van Dijk, Fairclough, dan Wodak, karakteristik penting dari analisis wacana kritis adalah (dikutip dalam Eriyanto, 2001, p. 8):
A.Tindakan
wacana dipahami sebagai sebuah tindakan (action). Sehingga wacana dianggap sebagai hasil interaksi yang tidak mungkin muncul dari ruang tertutup. Orang menggunakan bahwasa untuk berinteraksi dan berhubungan denganpihak lain. Sehingga wacana harus dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan, dan juga dilakukan secara sadar dan terkontrol, bukan sesuatu diluar kendali kesadaran.
B.konteks
analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana seperti latar, situasi, peristiwa, dan kondisi. Bahasa dipahami dalam konteks secara keseluruhan. Konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa.wacana dibentuk sehingga harus ditafsirkan dalam kondisi dan situasi yang khusus.namun tidak semua konteks dimasukkan dalam analisis. Ada beberapa konteks yang penting karena berpengaruh terhadap produksi wacana, yaitu pertama, partisipan wacana, latar siapa yang memproduksi wacana, missal jenis kelamin, umur, status pendidikan, dll. Kedua seting social tertentu seperti tempat, waktu dan posisi pembicara.
i.historis
bagaimana situasi social politik suasana pada saat itu bisa digunakan sebagai cara untuk mengetahui sebuah produksi bahasa, maupun alasan mengapa bahasa digunakan seperti itu.
ii.kekuasaan
setiap wacana yang muncul tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral, tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Hal ini bisa digunakan untuk melihat suatu bentuk pengontrolan baik secara fisik, maupun juga secara mental atau psikis. Hal ini menjelaskan kelompok dominant yang bisa bebas melakukan apapun kepada pihak marjinal.
iii.ideology
teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideology atau pencerminan dari ideology tertentu.

Dalam analisis wacana sering dikaitkan dengan studi mengenai bahasa atau pemakaian bahasa. Bahasa tersebut digunakan untuk membongkar maksud-maksud tertentu dan makna-makna tertentu. Bahasa sendiri juga tidak bisa dilepaskan dari konteks tertentu, termasuk juga bisa membahas mengenai aspek kekuasaan ataupun penekanan terhadap suatu pihak tertentu.
“language issues ought to figure in the wider framework of theories and analyses of power” (Fairclough, 1995, p. 71)

Hal ini memperlihatkan bahwa focus dalam studi mengenai bahasa adalah munculnya ideology mengenai praktik wacana dan struktur yang membentuk perubahan dalam tekanan social di masyarakat. Dalam sebuah struktur sosial, bahasa juga dapat dipahami sebagai sebuah usaha untuk menutupi hubungan sosial dana proses sosial yang terjadi dalam masyarakat melalui teks yang ada (Fairclough, 1995, p. 73). Bahasa bisa digunakan untuk tujuan-tujuan atau konteks tertentu yang bisa digunakan untuk memarjinalkan sebuah kelompok tertentu. Wacana berada pada bahasan ini, yaitu ketika muncul gagasan bahwa bahasa adalah bentuk material dari ideology dan bahasa juga dibentuk oleh ideology tertentu (Fairclough, 1995, p. 73).
Film dalam analisis wacana kritis juga dipandang sebagai sebuah teks yang dapat diartikan sebagai sebuah bentukan dari lingkungan sekitar. Teks dalam film juga bisa digunakan sebagai sebuah bentuk dominasi bagi kelompok minoritas yang ada dalam masyarakat.
Untuk menganalisis wacana yang muncul dalam sebuah film, dapat dilakukan melalui tiga elemen, yaitu text, feature of discourse practice (produksi, distribusi, dan konsumsi teks) serta sociocultural practice (Fairclough, 1995, p. 87). Analisis mengenai wacana dalam film dapat dilihat melalui tiga elemen ini sekaligus juga menghubungkan ketiga elemen tersebut. Hipotesis yang dimunculkan adalah bahwa dalam pembentukan sebuah wacana, akan didapati hubungan antara ciri-ciri yang terdapat dalam teks, cara penggunapan dan interpretasi teks dan situasi yang terdapat dalam kehidupan sosial.
Teks dalam film dianalisis secara linguistic, dengan melihat kosakata, semantic, dan tata kalimat. Dalam bagian ini juga dilihat bagaimana kata digabungakan dalam sebuah kalimat, dan bagaimana gabungan-gabungan kalimat tersebut digunakan untuk menunjukkan sebuah representasi. Teks tidak hanya dilihat berdasarkan ucapan lisan yang dikeluarkan oleh tokoh, namun juga dilihat berdasarkan tingkah laku non verbal yang digunakan oleh pemain.
Discourse practice berhubungan dengan proses produksi dan konsumsi teks. Teks dalam sebuah film diproduksi dalam cara yang spesifik dengan rutinitas dan pola kerja yang sudah terstruktur. Sedangkan proses konsumsi juga bisa berbeda dalam konteks social yang berbeda. Sebuah teks bisa diartikan dengan cara memahami bagaimana proses produksi dan konsumsi teks yang terjadi pada saat itu. Untuk memahami sebuah film, tataran discourse practice bisa dilihat melalui sudut pandang dari seorang pembuat film.
Sosiocultural practice berhubungan dengan konteks yang berada di luar teks. Konteks disini memasukkan lebih banyak hal, seperti konteks situasi, lebih luas adalah konteks dari praktik institusi dari film sendiri dalam hubungannya dengan masyarakat atau budaya dan politik tertentuSosiocultural practice ini tidak langsung berhubungan dengan produksi teks, tetapi bisa digunakan untuk menentukan bagaimana film bisa diproduksi dan dipahami. Fairclough membuat tiga level analisis pada sociocultural practice, yaitu level situasonal, level institusional, dan level social.
Level situasional beranggapan bahwa film dihasilkan dalam suatu kondisi yang khas, unik, sehingga film yang satu pasti berbeda dengan film yang lain. Film muncul sebagai upaya untuk merespon situasi atau konteks social tertentu. Level institusional melihat pengaruh institusi baik dari intern pembuat film maupun di luar, dalam sebuah praktek produksi wacana. Dilihat juga apakah trend pada masyarakat saat itu juga mempengaruhi terbentuknya representasi KDRT terhadap anak. Sedangkan level social melihat wacana yang muncul dalam media ditentukan oleh perubahan masyarakat. Dalam level social, budaya masyarakat juga turut menentukan perkembangan dari sebuah wacana yang terdapat dalam sebuah film. Level ini lebih melihat pada system politik, ekonomi, ataupun budaya masyarakat mengenai tindakan kekerasan terhadap kaum lemah.

2. Representasi dalam Film Mengenai Kekerasan Terhadap Kaum Lemah
Film sebagai sebuah teks tidak bisa langsung digeneralisir sebagai realitas yang ada dalam masyarakat. Film harus dipahami sebagai sebuah bentuk representasi (penggambaran ulang) kejadian yang ada dalam masyarakat. Dalam usaha penggambaran ulang tersebut, tidak menutup kemungkinan adanya sebuah usaha untuk mengurangi tingkat “kenyataan” yang ada dalam film, atau justru memberikan efek berlebihan agar bisa menimbulkan suatu respon dari penonton film.
Untuk itu perlu dipahami apakah representasi itu sebenarnya. Secara istilah, representasi menunjuk pada cara bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan, atau pendapat tertentu ditampilkan kepada public (Eriyanto, 2001, p 113). Terdapat usaha untuk menggambarkan ulang kejadian yang ada dalam masyarakat.
Pemahaman mengenai representasi ini penting untuk mengetahui dua hal (Eriyanto, 2001, p 113). Pertama, apakah seseorang atau kelompok tersebut diberitakan sebagaimana mestinya. Hal ini menjadi penting untuk diteliti karena muncul kemungkinan bahwa suatu peristiwa atau kelompok mungkin saja digambarkan apa adanya atau dilebih-lebihkan atau justru malah diburukkan sehingga muncul usaha untuk memarjinalkan kelompok lain. Ketika muncul usaha untuk memarjinalkan kelompok lain, maka yang muncul dalam representasi itu adalah citra yang buruk saja, sedangkan citra yang baik sengaja dihilangkan dalam penggambaran sebuah peristiwa. Ada usaha untuk memilah-milah cara yang digunakan untuk menimbulkan kesan tertentu. Kedua, representasi juga penting untuk melihat bagaimana representasi itu ditampilkan, dengan cara apa seseorang, kelompok, atau gagasan tersebut ditampilkan dalam sebuah film.
Eric Sasono (2004) menyebutkan bahwa pada dasarnya kekerasan dalam film memiliki dua kategori besar model. Kategori pertama adalah kekerasan dalam adegan film yang dibentuk sedemikian rupa sehingga kekerasan menjadi sesuatu yang indah. Terjadi estetisasi kekerasan (aestheticization of violence). Terjadi dramatisasi dalam penggambaran adegan kekerasan lewat sinematografi yang indah, ataupun editing yang sangat dramatis. Musikpun diperhitungkan sedemikian rupa, sehingga menghadirkan kesan yang lebih hebat dan dramatis daripada dalam kehidupan nyata (larger than life). Kekerasan yang mengalami estetisasi dapat dibedakan menjadi dua macam model, yaitu estetisasi adegan kekerasan yang erat hubungannya dengan sturktur narasi film. Adegan kekerasan ini terkadang menjadi bagian klimaks sebuah struktur cerita. Dalam model ini, kekerasan selalu dianggap sebagai sesuatu yang perlu muncul dalam film. Logika film sejak awal memang berniat menghadirkan kekerasan sebagai bagian dari cerita, baik dalam perkembangan plot maupun mode konflik dan penyelesaian masalah. Sedangkan model kedua adalah penggambaran adegan kekerasan yang mendahulukan berbagai gaya dan simbolisme hingga menimbulkan efek “keindahan” secara visual (visual artistry). Dalam model seperti ini, gaya didahulukan oleh para pembuat film ketimbang hubungan adegan kekerasan tersebut dengan struktur narasi.
Sedangkan kategori kedua dalam usaha untuk merepresentasikan kekerasan dalam film adalah kekerasan yang dimaksudkan tampil apa adanya, realistik, tanpa estetisasi. Kekerasan tampil terlanjang sejajar dengan adegan-adegan lain dalam film, sering tanpa dramatisasi, dan disejajarkan saja dengan adegan lain semisal makan, minum atau tidur. Kekerasan dianggap sebagai bagian dari peristiwa sehari-hari yang bisa terjadi begitu saja dalam kehidupan manusia. Sinematografi, penempatan kamera atau editing tanpa dramatisasi berlebihan sehingga adegan kekerasan tampil datar.
Pemilihan kedua model dalam usaha untuk merepresentasikan KDRT ini bias digunakan sebagai pisau analisis untuk mengetahui bagaimana KDRT dipandang oleh seorang sutradara. Upaya marjinalisasi salah satu pihak juga bias terlihat ketika menganalisis film dengan melihat cara penampilan sebuah adegan kekerasan.
4. Authorsip dalam film India
Konsep authorsip atau pengarang tunggal dalam sebuah film pertama kali muncul pada tahun 1950 dalam jurnal Perancis, Cahiers du Cinema. Dalam sebuah artikel, "Une certaine tendance du cinéma français" ("a certain trend in French cinema"), François Truffaut memperkenalkan ungkapan baru yaitu "la politique des Auteurs", yaitu pendapat bahwa setiap sutradara pasti memiliki cara pandang dan perlakuan khusus yang dilakukan dalam filmnya (Giannetti, 1996, p. 445).
Konsep ini bermula dari pandangan bahwa sutradara dalam film memiliki tugas yang sama dengan seorang pengarang novel yang memiliki pandangan pribadi dalam setiap novel yang dibuatnya. Begitu pula yang terjadi dalam pembuatan film. Pembuatan film akan mengandung “a filmmakers signature”,yang dapat dibaca melalui keseluruhuan tema dan gaya dalam sebuah film (Giannetti, 1996, p. 445). Sedangkan pihak yang paling sesuai untuk dikatakan sebagai author adalah sutradara (Film Ensyclopedia, n.d.). Truffaut mempertegas peranan sutradara dengan menyatakan bahwa tidak ada film yang baik ataupun buruk, namun yang ada hanyalah sutradara yang bagus ataupun buruk
"(t)here are no good and bad movies, only good and bad directors." (dikutip dalam Auteur Theory, n.d.).

Tidak semua sutradara bisa dikategorikan sebagai seorang auteur. Untuk dapat dikatakan sebagai seorang auteur, jika memenuhi beberapa kriteria yaitu
1.Personal Vision. Andrew Sarris menyebutkan bahwa terdapat pandangan pribadi dan andil personal yang kuat dari sutradara tersebut dan tidak memperbolehkan orang lain mempengaruhinya (dikutip dalamm Auteur Theory in Film Criticism,2007).
2.Camera as A Stylo. Alexandre Sartruc mengungkapkan bahwa auteur menggunakan kamera layaknya sebuah pena untuk penulis (dikutip dalam Film Ensiklopedia, n.d.)
3.Director’s Signature. Selalu memiliki ciri khusus dalam filmnya yang dapat diidentikkan dengan sutradara tersebut (Giannetti, 1996, p. 445).
Sutradara dianggap sebagai seseorang yang memiliki pengaruh paling kuat dalam sebuah produksi film, dan sutradara sekaligus juga dianggap sebagai seorang “penulis” dalam sebuah film. Setiap hasil karya film yang keluar merupakan hasil tangan yang menunjukkan pandangan pribadi seorang sutradara.
Sutradara memiliki kekuasaan untuk menentukan bentuk film yang akan dibuatnya, mulai dari set panggung, tata letak kamera, kharakteristik pemain, hingga proses editing merupakan hasil buah pikiran sutradara (Gollin, 1992). Dalam pembuatan film tersebut, tidak dapat dilepaskan bahwa sutradara sebagai seorang auteur juga adalah hasil dari produksi intitusi-institusi yang berada di lingkungannya. Seorang sutradara tidak dapat dilepaskan dari pengaruh lingkungan sekitar, ketika membuat sebuah film. Aspek sejarah, aspek lingkungan produksi film, juga dapat mempengaruhi proses pembuatan film oleh seorang sutradara.













BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif memiliki beberapa karakteristik khusus antara lain lebih mementingkan proses penelitian. Oleh karena itu, bukan pemahaman mutlak yang dicari, tetapi pemahaman mendalam tentang kehidupan sosial. Kharakteristik penelitian kualitatif yang lebih mengutamakan kedalaman daripada keluasan diharapkan bisa digunakan untuk menjelaskan wacana KDRT dalam film Pasir Berbisik dan film Eliana-Eliana.

1. Metode Penelitian
Analisis wacana kritis digunakan untuk meneliti wacana mengenai tindakan kekerasan terhadap kaum lemah dalam film ini. Terdapat asumsi bahwa masyarakat kecil tidak bisa hidup seperti kaum yang kaya dan pintar. Analisis wacana kritis melihat bahasa sebagai factor yang penting, yaitu bagaimana bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan yang terjadi dalam masyarakat.
Analisis wacana kritis berpendapat bahwa dalam setiap teks yang muncul terdapat elemen kekuasaan. Penggambaran yang muncul dalam film baik dalam bentuk verbal ataupun non verbal, tidak dipandang secara netral, tetapi merupakan bentuk perlakuan dominasi kepada pihak minoritas.
Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis wacana kritis model Norman Fairclough. Fairclough membagi analisis wacana menjadi tiga dimensi, yaitu teks, discourse practice, dan sosiocultural practice.
Sasaran penelitian adalah film Pasir Berbisik, karya sutradara dan penulis naskah Nan Trivia Achnas, dan Eliana-Eliana, karya sutradara dan penulis naskah Riri Reza. Film Pasir Berbisik dan film Eliana-Eliana dipilih karena memiliki kecenderungan sutradara sebagai seorang auteur, karena kedua sutradara tersebut juga berperan sebagai penulis naskah. Kedua film tersebut juga membawa tema yang sama, yaitu tema mengenai kekerasan yang terjadi akibat konflik antara orangtua dan anak, sehingga bisa menjawab permasalahan yang diungkapkan dalam penelitian ini.
Tipe penelitian adalah deskriptif karena peneliti bermaksud untuk menggambarkan representasi kekerasan terhadap kaum yang lemah dalam film India karya kaum borjuis dan penguasa yakni sutradara yang berasal dari amerika.

2. Unit Analisis
Unit analisis dalam penelitian ini adalah setiap scene yang terdapat adegan yang menunjukkan tindakan kekerasan terhadap kaum lemah dalam film slumdog milionare. Kekerasan terhadap kaum lemah tersebut dapat berupa kekerasan secara fisik maupun kekerasan berupa kekerasan psykologis terhadap masyarakat tersebut, Physical abuse (kekerasan fisik) adalah kekerasan yang berupa penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa benda-benda tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian kepada kaum lemah yakni masayarakat miskin.
Psychological abuse (kekerasan psikologi) yaitu kekerasan yang dapat berupa penghardikan atau penyampaian kata-kata kasar kepada anak. Sexual abuse (kekerasan seksual) adalah tindakan kekerasan yang berupa perlakuan pra-kontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar (melalui kata, sentuhan, gambar visual, exhibition), maupun perlakuan kontak seksual secara langsung antara anak dan orang dewasa (inchest, perkosaan, eksploitasi seksual), serta social abuse (kekerasan sosial) yang berupa penelantaran dan eksploitasi terhadap kaum yang lemah.

VI.3 Teknik Pengumpulan Data
Setiap scene dalam film slumdog milionare akan dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri yang sesuai dengan kriteria kekerasan terhadap kaum yang lemah, baik yang berupa physical abuse, psychological abuse, sexual abuse, maupun social abuse. Lalu sesuai dengan model analisis wacana kritis oleh Fairclough, maka scene yang telah terpilih tersebut digunakan sebagai teks yang akan diteliti untuk menunjukkan bentuk representasi kekerasan terhadap kaum lemah India.
Pada tingkatan discourse practice, yang dilakukan adalah melakukan wawancara mendalam kepada pakar dan pengamat film, dan juga praktisi dibidang perfilman. Namun seharusnya peneliti melakukan wawancara dengan sutradara film ini untuk mendapatkan data yang akurat, akan tetapi karena keterbatasan peneliti maka hanya bisa melakukan wawancara kepada pengamat dan praktisi dibidang perfilman.
Pada tingkat sosiocultural practice, yang akan dilakukan adalah dengan studi kepustakaan, maupun penelusuran situasi masyarakat pada tahun pembuatan film, baik melalui buku, internet, maupun sumber-sumber lain.

VI.5 Teknik Analisis Data
Keseluruhan data yang sudah terkumpul kemudian akan dianalisis berdasarkan metode analisis wacana kritis milik Norman Fairclough. Dalam analisis akan dianalisis berdasarkan teks, lalu analisis discourse practice, yang menjelaskan proses produksi dan konsumsi teks. Serta yang ketiga adalah analisis sosiocultural practice yang mencoba mencari konteks yang berada di luar teks.
Dalam analisis teks, sebenarnya bisa diuraikan untuk melihat tiga permasalahan. Pertama, representasi mengenai suatu hal, terutama representasi mengenai kekerasan terhadap kaum lemah. Dilakukan analisis apakah teks yang ditampilkan dalam film tersebut membawa ideology tertentu. Kedua, relasi antara pakar dan pengamat dengan teks yang ditampilkan dalam film, seperti apakah sutradara memiliki pengalaman pribadi tertentu mengenai kekerasan terhadap kaum lemah, lalu alasan-alasan seorang sutradara menggunakan cara penceritaan seperti dalam film tersebut. Ketiga, melihat cara seorang sutradara menampilkan identitas mengenai suatu hal.
Sedangkan dalam analisis di tingkatan discourse practice, memusatkan perhatian pada bagaimana produksi dan konsumsi teks. Pada level ini ingin melihat bagaimanakah sebuah representasi tersebut digambarkan dalam sebuah film. Untuk itu bisa dilihat dari ketiga elemen yang merupakan keseluruhan dari praktek wacana, yaitu dilihat melalui dari sisi sutradara itu sendiri. Kedua, dari sisi hubungan antara sutradara dengan pihak-pihak lain dalam proses produksi film. Ketiga, melalui praktik kerja atau rutinitas kerja, mulai dari produksi naskah, hingga proses editing, hingga berbentuk naskah audio visual lengkap.
Setelah film dianalisis berdasarkan tiga level metode analisis kritis dari Norman Fairclough kemudian akan dibandingkan untuk menemukan jawaban mengenai wacana kekerasan terhadap kaum lemah dalam film India yang disutradarai oleh seorang kaum borjuis.





BAB IV
ANALISA DATA

1.Representasi Kekerasan Fisik Terhadap Kaum Lemah

Representasi kekerasan peneliti golongkan menjadi dua yaitu kekerasan fisik dan psykologis agar lebih mudah untuk melakukan penelitian. Adapun definisi tentang kekerasan fisik dan psykologis yakni:
Definisi kekerasan Fisik (WHO): tindakan fisik yang dilakukan terhadap orang lain atau kelompok yang mengakibatkan luka fisik, seksual dan psikogi. Tindakan itu antara lain berupa memukul, menendang, menampar, menikam, menembak, mendorong (paksa), menjepit.
Definisi kekerasan psikologi (WHO):  penggunaan kekuasaan secara sengaja termasuk memaksa secara fisik terhadap orang lain atau kelompok yang mengakibatkan luka fisik, mental, spiritual, moral dan pertumbuhan sosial. Tindakan kekerasan ini antara lain berupa kekerasan verbal, memarahi/penghinaan, pelecehan dan ancaman. Sedangkan kekerasan sosial adalah kekerasan yang diberikan oleh lingkungan sosial dimana dia bertempat, kekerasan ini berupa hukuman atau pengkucilan yang dilakukan masyarakat dalam lingkungan sosial tersebut.
Pada scene awal pemukulan yang dilakukan opsir polisi yang menahan jamal, merupakan representasi kekerasan terhadap kaum lemah yang dilakukan kaum yang berkuasa, dalam hal ini opsir polisi yang memeriksanya atas permintaan host acara who wants to be a millionaire. Karena Jamal selalu dapat menjawab dengan tepat segala pertanyaan yang diajukan. Kecurigaan si pembawa acara semakin meningkat ketika Jamal melampaui batas aman ketiga yaitu 16 Rupee. Pada batas aman ketiga ini, bahkan Profesor sekalipun belum pernah ada yang melampauinya. Maka dari hal tersebut mereka kira jamal melakukan kecurangan, dan untuk menyelidiki masalah tersebut dimintalah polisi untuk menyelidikinya. Jamal merupakan kaum lemahnya sedangkan polisi sebagai kaum penguasanya.
Pada scene selanjutnya yaitu kekerasan yang dilakukan masyarakat india pemeluk agama hindu yang melakukan kekerasan dan pembantaian terhadap masyarakat muslim. Masyarakat pemeluk agama hindu merupakan kaum penguasa sedangkan kaum lemahnya adalah masyarakat muslim yang jumlahnya sangat sdikit.
Pemukulan yang dilakukan oleh guru sekolah jamal dan malik, saat mereka terlambat, dan karena mereka juga merupakan murid yang bodoh dikelas tersebut. Kaum lemah adalah jamal dan malik dan kaum penguasa adalah guru.
Pencopotan bola mata yang dilakukan maman dan komplotannya yaitu preman yang menampung anak-anak jalanan. Hal tersebut dilakukan agar anak jalanan tersebut menjadi buta dan ketika mereka meminta-minta orang akan semakin berbelas kasihan. Kaum lemah adalah anak-anak jalanan, kaum penguasa adalah maman dan komplotan premannya.
Pemukulan yang dilakukan sopir wisatawan asing yang datang untuk berwisata, pemukulan tersebut dilontarkan kepada jamal karena jamal mengajak wisatawan tersebut kedaerah yang tidak aman sehingga onderdil dari mobil yang diparkir tersebut hilang dan dicuri orang.
Penembakan yang dilakukan salim kepada maman, karena dia marah dan ingin balas dendam degannya. Dan dia ingin menjadi preman pengganti maman, dalam scene ini malik sebagai orang yang dominan karena dia mempunyai senjata sehingga bisa membunuh maman.
Perlakuan kasar yang dilakukan javed terhadap latika yang merupakan gadis yang dicintai jamal. Sedangkan javed adalah preman Mumbai yang merupakan bos dari kakak jamal yaitu mlik. Perlakuan semena-mena tersebut dilakukan karena makanan yang disediakan kepada javed tidak enak rasanya. Javed sendiri adalah adalah penguasa yaitu orang yang kuat sedangkan latika hanya perempuan yang dijadikan selir oleh javed.
Kekerasan yang dilakukan distasiun tempat yang dijadikan latika dan jamal untuk bertemu, kekerasan tersebut dilakukan salim yang merupakan orang suruhan javed. Kekerasan dari orang yang berkuasa kepada orang yang lemah, yakni salim yang kuat dan latika adalah masyarakat yang lemahnya.
Penembakan yang dilakukan salim kepada javed yang merupakan bosnya sendiri, hal tersebut dilakukan karena salim inging melakukan kebaikan kepada adiknya dengan cara menyelamatkan wanita yang jamal cintai, dan hal tersebut diketahui oleh javed. Sehingga javed mencari salim sebagai orang yang telah membebaskan latika. Sebagai hukuman dari tindakan salim tersebut javed inging membunuh salim akan tetapi salim terlebih dahulu membunuh javed dengan pistol yang dipunyainya. Dan setelah itu salim ditembak oleh anak buah javed.

2.Kekerasan Psychological dan Sosial.
Dalam melihat film Slumdog Millionaire ini banyak mengangakat permasalahan yang sering terlupakan muncul kepermukaan. Dalam film ini, si pembuat film menyatakan sebuah quotation yaitu Destiny is written. Quotation itu akan membantu dalam penjabaran mengenai kehidupan seorang masyarakat miskin yang tersirat dalam kehidupan Jamal Malik. Film ini membahas tentang dua hal tersebut, kaum borjuis yang dapat seenaknya bertindak terhadap kaum bawah dengan topeng materi dan perjuangan kaum bawah yang “ menuntut” persamaan hak. Pembahasan kali ini akan di mulai dari awal film Slumdog Millionaire agar jelas apa yang disampaikan oleh si pembuat film. Setting film ini mengambil setting Mumbai tahun 2006 dan acara who wants to be a millionaire dipilih karena acara ini merupakan acara yang selalu ditonton oleh warga India pada saat itu atau dalam kata lain rating who wants to be a millionaire sedang naik.
Hal ini dipilih karena pada tahun itu keadaan ekonomi India mengalami pasang surut sehingga memberi dampak psikologis bagi warga India untuk mencari jalan singkat mendapatkan uang demi kelangsungan hidup. Sehingga acara who wants to be a millionaire mendapat perhatian lebih oleh masyarakat India karena cara ini menawarkan uang dengan jumlah yang sangat besar tanpa harus bersusah payah menggunakan kekuatan fisik.
Berikutnya adalah tokoh Amitabh Bachan yang merupakan tokoh kenamaan di India, Ia telah memerankan banyak film India. Amitabh Bachan bisa dikatakan sebagai tokoh pujaan masyarakat India kebanyakan. Mereka memiliki anggapan bahwa ketenaran dapat dengan mudah mendatangkan kekayaan dan kemakmuran. Saat Jamal mendengar berita bahwa Amitabh Bachan akan datang ke daerah kumuh mereka, Ia sedang berada di sebuah toilet yang terbuat dari bilik kayu di tepian sungai. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada pihak-pihak yang tidak peduli akan kebersihan dan kesehatan. Kehidupan yang tercermin pada saat Jamal dan Salim yang beragama Islam harus kabur dari serangan orang-orang yang beragama hindu. Perang agama seperti itu juga pernah di alami oleh banyak kaum lemah atau kaum minoritas yang ada di India harus berpindah keyakinan. Kaum lemah atau minoritas mengalami sendiri bagaimana para penganut agama saling menindas satu sama lain sehingga mereka dan keluarga harus pindah agama demi menghindari penindasan.
Namun dalam film ini agar tidak mempengaruhi iman seseorang maka pada saat kaum agama Islam dikejar oleh kaum agama Hindu, Jamal dan Salim berlari untuk menghindari kejaran para orang-orang yang berbuat anarki. Sebuah simbolisasi yang menunjukkan bahwa seseorang memiliki pilihan dalam menentukan jalan hidupnya adalah pada saat Jamal dan Salim berada di sebuah persimpangan gang sempit, tiba-tiba muncul sosok Dewa Rama yang berada di gang buntu pada sebelah kiri. Pada adegan itu seolah-olah Jamal dan Salim harus memilih agama apa yang akan ia pilih, jalan lurus ke depan adalah agama Islam yang Ia percayai dengan resiko banyak kaum hindu yang mengejar ataukah agama Hindu yang bisa menyesatkan mereka – disimbolkan dengan gang buntu. Kisah Jamal dan Salim yang kini harus kehilangan kedua orang tuanya akibat peperangan agama itu membuat mereka harus memilih pekerjaan untuk kelangsungan hidup mereka. Hal ini pun terdapat dalam kehidupan kaum minoritas masyarakat yang ada di India.
Dalam urusan percintaan, dikisahkan dalam film ini Jamal sangat setia menanti Latika yang menjadi kembang di sebuah hiburan malam. Dari sekelumit pembahasan di atas terlihat banyak kemiripan anatara kehidupan masyarakat miskin India yang digambarkan dengan kehidupan Jamal di film Slumdog Millionaire.
Bisa diperkirakan bahwa akan banyak terdapat point-point kehidupan masyarakat miskin yang merupakan kaum lemah di India yang tercermin dalam film ini, berikut pembahasannya lebih lanjut. Jamal merupakah salah satu tokoh yang mendukung kaum buruh, yang dalam film ini digambarkan dengan adegan dimana Jamal yang mewakili kaum buruh dapat menjatuhkan kaum borjuis yang diwakili oleh polisi yang menguji pengetahuan Jamal. Percakapan yang mengisyaratkan bahwa kaum buruh pun juga mempunyai pengetahuan lebih yaitu ketika Jamal menanyakan berapa harga roti saat ini, polisi mengatakan bahwa harganya 10 rupee. Jamal mengatakan bahwa harga Roti naik setelah Bivali – suatu perayaan kebudayaan India.





DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Eriyanto. (2001). Analisis Wacana Kritis : Pengantar Analisis Teks Media.Yogyakarta: LKiS.

Giannetti, Louis. (1996). Understanding Movies (7th ed.). New Jersey: Prentice Hall.

Gollin, M. Richard. (1992). A Viewer’s Guide to Film : Arts, Artificies, and Issues. United States of America: Mc Graw-Hill.

Kriyantono, Rachmat. (2007). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

INTERNET
Auteur Theory in Film Criticism. (2007). Retreived September 22, 2008 from http://www.bbc. co.uk/dna/ h2g2/A22928772

Film Ensyclopedia. (n.d.). Auteur Theory and Authorship. Retrieved September 22, 2008 from http://www.filmreference.com/encyclopedia/Academy-Awards-Crime-Films/Auteur-Theory-and-Authorship-ASCERTAINING-AUTHORSHIP-IN-CINEMA.html

Purba, Amir. (2007). Menyelami Analisis Wacana Melalui Paradigma Kritis. Retreived April 20, 2009 from http://dictum4magz.wordpress.com/2007/12/04/menyelami-analisis-wacana-melalui-paradigma-kritis/

http://indonesian.irib.ir/index.php/politik/63-sosial/9295-oh-oscar.html